Tak Punya Sertifikat Keahlian, Saksi Sidang IPA Martubung Ditolak

saksi dari usu

topmetro.news – Andar Sidabalok SH MH minta pengadilan memeriksa, siapa yang berbohong antara supplier beton dan saksi dari USU. Kuasa hukum terdakwa ini juga menegaskan, mereka menolak saksi yang dihadirkan JPU itu, karena tidak punya sertifikat keahlian.

Hal itu disampaikannya kepada media, usai persidangan kasus dugaan korupsi Proyek IPA Martubung, Kamis (7/2/2019), di Ruang Cakra 2 PN Medan.

Terlepas masalah siapa berbohong seperti dipertanyakan di atas, mereka selaku kuasa hukum memang keberatan dengan saksi yang dihadirkan JPU di sidang itu. “Mereka tidak punya kapasitas sebagai saksi ahli. Saksi ahli harus punya sertifikasi sesuai keahlian dan bidang masing-masing. Ibarat dosen fakultas hukum, kalau tidak punya sertifikasi, maka tidak bisa jadi advokat. Sertifikasi dosen itu untuk akademis. Kalau untuk keperluan jadi saksi ahli, harus ada sertifikasi,” urainya.

“Saksi ini tidak memiliki sertifikat keahlian. Padahal katanya mereka dihadirkan sebagai saksi ahli. Ini melanggar Peraturan LKPJ No 5 Tahun 2017,” sambung Andar.

Lalu soal pertanyaan, siapa berbohong mengenai kualitas beton, menurut Andar Sidabalok memang perlu. Soalnya, berdasarkan kuitansi, KSO Promits LJU melakukan pembelian beton dengan kualitas K300. Ternyata berdasarkan pengakuan saksi dari USU di pengadilan, beton yang mereka periksa tidak sampai K300.

“Sepertinya harus dilakukan pemeriksaan, siapa kah di antara mereka yang berbohong. Kalau benar hasil pemeriksaan saksi dari USU itu seperti yang mereka sampaikan dalam sidang, berarti, suplier yang berbohong. Tapi kalau ternyata suplier bisa membuktikan, bahwa beton yang mereka berikan sesuai dengan kualitas yang diminta, berarti saksi yang berbohong,” katanya.

Saksi dari USU

Memang di awal sidang untuk terdakwa Flora Simbolon itu, sempat terjadi perdebatan soal kehadiran saksi dari USU atas nama Ir Indra Jaya Pandia MT, Ir Andi Putra Rambe, dan Ir Indrajaya. Kuasa hukum menyebut, bahwa saksi ahli harus memiliki sertifikasi sesuai keahlian dan bidang masing-masing.

Sejenak majelis hakim berunding untuk menyikapi masalah sertifikasi tersebut. Akhirnya sidang diteruskan dengan kapasitas tidak lagi semuanya saksi ahli. Namun keberatan kuasa hukum tadi, menjadi catatan bagi persidangan.

Sempat juga lagi ada perdebatan soal apakah saksi diperiksa sekaligus atau satu per satu. Akhirnya majelis hakim memutuskan satu per satu, sesuai permintaan kuasa hukum.

Saksi pertama, Indra Jaya Pandia, mengaku hadir sebagai saksi dengan surat penugasan dari Dekan Teknik USU. Demikian juga untuk memeriksa proyek IPA Martubung, dia berbekal surat tugas dari Dekan Teknik USU.

Untuk menguji fisik bangunan beton, kata dia, dilakukan metode ‘hammer test’ serta pengambilan sampel dari beton untuk dibawa ke laboratorium. Mereka juga melakukan pengukuran untuk mengetahui volume yang terpasang.

Saksi kedua, Andi Putra Rambe juga berbekal surat penugasan dari Dekan Teknik USU. Menjawab pertanyaan JPU, saksi ini menjelaskan apa saja yang ada dalam sebuah pengolahan air. Dia juga menjelaskan soal cara kerja scada.

Menjawab pertanyaan ketua majelis, saksi mengaku tahu ‘goal’ proyek adalah 200 liter per detik. Tapi belum dapat data soal debit hasil IPA Martubung.

Sementara untuk pertanyaan hakim anggota, saksi ini menyebut, pada pemeriksaan pertama, scada belum bisa menampilkan ‘back up’ data. Soal apakah ada tampilan grafik, saksi tak ingat. Dan masalah ini disampaikan ke KSO.

Pemeriksaan kedua kurang lebih satu setengah bulan kemudian, kata dia, sudah sangat jauh lebih baik. Ditanya soal ahli scada, saksi menyebut, memang sangat jarang karena sangat spesifik. Salah satu yang diketahui ahli scada adalah Mahdi Azis, yang sudah bersaksi juga untuk kasus ini.

Debit Air

Menanggapi saksi ini, Flora mempertanyakan pernyataan Andi Rambe yang menyebut tidak ada data soal debit. Padahal dalam ‘commisioning test’, soal debit ada disebut.

“Di commissioning test memang tidak ada liter per detik. Tapi ada satuan meter kubik per jam. Jadi ada tertulis ada 720 meter kubik per jam. Dan kalau dikonfersi ke liter per detik, maka akan muncul 200 liter per detik,” katanya.

Soal ini, saksi kemudian mengaku, bahwa kepada dirinya tidak ada ditunjukkan data itu, seraya melihat ke arah JPU.

Sedangkan saksi ketiga, Indrajaya, juga hadir dengan surat penugasan dari Dekan FT USU. Namun kesaksiannya juga dipertanyakan terdakwa di depan hakim.

Untuk saksi ini, Flora menjelaskan, adalah salah kalau menghitung proyek dimaksud secara satuan. Sementara kontrak adalah ‘lump sum’. “Jadi apa yang dikatakan saksi tidak sesuai dengan kontrak ‘lump sum’,” katanya.

Kepada saksi ini, Flora pun menanyakan, apa beda kontrak ‘lump sum’ dengan satuan. Namun saksi ini mengaku, dia bukan ahlinya.

BACA JUGA: Ketum HBB: Ada Kejanggalan Dalam Sidang Kasus IPA Martubung

Mutu Beton

Lalu soal mutu beton, Flora juga menanyakan kepada saksi ini, bagaimana kualitas beton yang terpasang, kalau yang dibeli adalah K300. Oleh saksi dijawab, harusnya minimal berkualitas K300.

Untuk itu, Flora Simbolon minta supaya laporan hasil kualitas beton di IPA Martubung jangan hanya disebut di bawah K300. Tapi disebutkan angka pasti. Sehingga bisa disampaikan ke supplier, kenapa hasil pengujian di bawah K300.

Dan masih soal kualitas beton, usai sidang, kepada media Flora Simbolon menyampaikan, ada kuitansi pembelian dengan kualitas 300K. “Jadi, suplier bisa dituntut melakukan penipuan kalau ternyata di bawah kualitas yang kita beli,” kata Flora seraya menyebut sebuah nama perusahan suplier beton besar di Kota Medan.

reporter: Jeremi Taran

Related posts

Leave a Comment